hari ini, pas pelajaran Pak Fadil, kami presentasi esai yang kmai bkin. dan hari ini pas kelompok nya abi yang maju. dan dy bawa topik yang menarik, bner bner menarik. ini esai abi yang aku kutip dari dy.
SMA PLUS, KE MANA TARINGMU?
Setelan baju berwarna cokelat dengan pangkat di kanan dan di kiri pundak. Inilah seragam kebanggaan para siswa SMAN 1O Plus Melati Samarinda, sebuah sekolah yang berlokasi sedikit menjorok keluar dari hiruk pikuk keramaian kota, rumah belajar bagi para insan cendikiawan calon-calon memimpin bangsa, tempat menimba ilmu, dan ladang subur tunas harapan negeri tercinta.
Tiga belas tahun sudah sekolah ini berdiri, usia yang masih sangat belia memang, namun dalam usia tersebut sekolah ini telah dapat membuktikan diri bahwa gelar Plus yang disandingnya bukan sekedar nama tanpa makna. Seabrek prestasi baik di bidang akademik maupun non-akademik telah berhasil diraihnya. Jejaran piala dari berbagai kompetisi mulai tingkat kota hingga nasional tersusun rapi menghiasi etalase yang ditempatkan berhadapan tepat di pintu masuk kantor. Tidak hanya itu, salah satu siswa sekolah berasrama ini pernah terpilih mewakili Indonesia dalam olimpiade matematika internasional, luar biasa!
Waktu bergulir tanpa dapat dihentikan sedikit pun, begitu cepat. Zaman pun berkembang dengan sangat pesat. Begitu pula dengan sekolah yang saat ubu dikepalai oleh Bapak Hidayat ini, mengalami perkembangan. Dari tahun ke tahun fasilitas yang disediakan, sistem pembelajaran, serta standarisasi internasional terus diupayakan dan sampai saat ini semua itu bisa dinilai cukup baik.Namun sebuah fenomena baik disadari maupun tidak telah terjadi sekolah ini. SMA Plus bagai kehilangan taringnya!
SMA Plus sejak awal memang telah dirancang sebagai sekolah unggulan. Sekolah negeri ini bahkan bergabung dengan Yayasan Melati membangun sebuah kerjasama untuk menggapai target predikat unggul. Image sekolah unggul memang telah digenggamnya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kian hari image yang seharusnya dipertahankan tersebut semakin pudar adanya. Jika dahulu para peserta lomba akan ciut nyalinya ketika mengetahui bahwa salah satu kompetitor mereka dari sekolah lain adalah utusan dari SMA Plus, maka sekarang utusan SMA Plus lah yang gentar ketika mengetahui lawan mereka begitu luar biasa. Ini fakta, bukan rekayasa belaka!
Memang tiap tahun masih banyak saja piala-piala baru masuk etalase yang sudah sangat sesak itu, namun dengan tulisan berbeda. Piala terdahulu bertuliskan kata Nasional, dan sekarang bertuliskan kota atau paling banter provinsi, atau singkatnya terjadi penurunan prestasi. Tidak hanya itu, prestasi belajar sebagian siswa juga dapat dikatakan masih belum cocok untuk siswa sebuah sekolah unggul. Semua bertanya-tanya, ada apa? Apa yang terjadi? Bagaimana bisa? Ke mana gaung menggelegar SMA (yang katanya) terbaik se-Kaltim itu.
Bagi orang yang awam tentang perkembangan SMA Plus pasti bingung akan fenomena yang ada. Namun sebenarnya jawaban atas “keterpurukan” sekolah ini sudah sangat jelas. Banyak sekali perbedaan dan perubahan terjadi dalam system yang bekerja pada prosesor inti SMA berfasilitas mewah ini. Jika diibaratkan sebagai sebuah komputer, maka masalah terjadi dari power supply, hardware, software, dan yang paling penting operating system. Lantas apa sebenarnya virus yang menggerogoti tubuh SMA Plus yang dulu begitu kekar hingga dapat rapuh layaknya tulang dengan osteoporosis seperti saat ini?
Akankah sebuah perangkat komputerdapat bekerja dengan baik tanpa power supply yang mendukung? Mustahil! Atau manakah yang akan tumbuh lebih baik, bibit unggul atau bibit yang biasa saja kah?tidak menutup kemungkinan mamang dengan dukungan faktor-faktor tertentu bibit dapat tumbuh sama baik, namun akan lebih sulit tentunya. Dua perumpamaan di atas menggambarkan salah satu faktor yang dituding sebagai yang paling berpengaruh terhadap penurunan prestasi SMA Plus, yaitu input siswa. Pada awalnya SMA ini hanya menerima siswa siswiyang lolos serangkaian seleksi ketat kemudian dibiyai penuh segala kegiatannya selama bersekolah. Siswa pilihan, terbaik dari tiap Kabupaten/Kota di Kaltim ditambah dari selain Kaltim yang memang memiliki kemampuan lebih. Bukan merendahkan, tapi fakta bebicara jauh lebih mudah mendidik siswa unggul disbanding siswa berkemampuan biasa-biasa saja. Bebrapa tahun terakhir sistem PSB diubah dengan member kesempatan lebih luas bagi siswa berkemampuan biasa, tidak seperti diawal yang memang dikhususkan bagi siswa unggul. Praktis terjadi perubahan oleh perbedaan input siswa ini. Jangan Anda bandingkan prestasi siswa unggulan dan siswa berkemampuan biasa, jelas berbeda.
Sistem, sebuah kata yang tentu tidak asing lagi di telinga kita, merupakan bagian yang teramat penting bagi kelangsungan hidup sebuah intitusi termasuk sekolah, dalam hal ini SMA Plus. Sistem pembelajaran sekolah telah diatur langsung oleh dinas pendidikan, mulai dari KBK, KTSP, hingga yang termutakhir kini SKS. Sebagai sekolah yang notabenenya merupakan sekolah negeri, SKS adalah sebuah sistem yang sangat luar biasa konsepnya. Mengapa dikatakan konsepnya? Ya, karena antata konsep awal dengan fakta yang berlangsung saat ini banyak sekali perbedaan. Memang harus dimaklumi karena SKS baru diterapkan dua tahun belakangan, masih dalam tahap pengembangan, masih perlu banyak perbaikan. Namun yang tak dapat ditolerir adalah bahwa ternyata ada kerugian yang ditimbulkan bagi siswa. Menurut data, adalah siswa yang menurut peraturan awal seharusnya dapat lulus dalam kurun waktu 2 tahun, namun karena berbagai pertimbangan dan keputusan dari sekolah perjuangan mereka ternyata harus kandas dan kembali seperti siswa regular 3 tahun.mereka sempat dibingungkan dengan keadaan ini, kecewa jelas mereka rasakan. Cacat lain dari sistem yang sedang berlangsung ini adalah pada kesiapan dan ketersediaan guru pengajar serta modul. Akan ada sederet panjang catatan kekurangan dar SKS apabila dengan teliti dituliskan. Inilah PR bagi sekolah untuk terus memperbaiki sistem yang ada.
SMAN 10 Plus Melatu Samarinda, nama yang cukup panjang disbanding sekolah negeri lainnya. Cermatilah nama tersebut dan Anda akan menemukan nama dari sebuah Yayasan yang sengaja dibentuk untuk menanungi sekolah unggulan tersebut. Cukup ganjil dan jarang memang kita temukan sekolah negeri yang juga memiliki yayasan independen seperti pada sekolah ini, jadi antara negeri dan swasta bersama-sama bekerja keras mencapai sebuah mencerdasakan anak-anak bangsa, luar biasa! Namun sayang seribu sayang, krisis sinergi terjadi, sinkronisasi terabaikan, hilang rasa kepercayaan, misi utama pun terlupakan. Yayasan dan sekolah kini bagai sekeping logam. Dalam satu tubuh, namun tiada pernah bertemu sisinya, berjalan masing masing, dan akhirnya lagi-lagi siswa lagi yang jadi korban. Tidak jarang mereka menelan kecewa gagal ikut lomba, alasannya? Tidak ada dana! Padahal jika dipikir sekolah kita adalah sekolah kaya raya. Lantas mau ke mana itu semua? Dilema lainnya yaitu mengenai teknologi dan informasi. Sekolah mati-matian mendukung pembelajaran berbasis IT dengan menyediakan free horspot, moodle, absensi online, CCTV, media pembelajaran, dan lain-lain, namunyayasan dalam tata tertib (tatib) yang telah dibuatnya jelas-jelas melarang penggunaan barang-barang elektronik. Ironis memang di jaman yang serba canggih ini siswa dikekang, diasingkan dari teknologi.
Apabila mau menelusuri lebih dalam, mungkin akan lebih banyak lagi terungkap apa yang sebenarnya yang menjadi juru kunci alias penyebab pudarnya keganasan SMA Plus. Namun bukan kesalahan yang harus terus dicari, namun solusi apa yang paling tepat untuk memunculkan kembali nama harum sekolah ini ke puncak. Ciptakan sistem yang baik serta sinkronisasi yayasan dan sekolah, ayo bangkit!
setelah baca esai abi ini aku tercengang-cengang dan memang kita seharusny melakukan sesuatu buat SMAN 10 Melati ini.
0 komentar:
Posting Komentar